Translate to any language

Rabu, 10 April 2013

solusi penumpukan kayu


Mengeringkan kayu Jati sudah bukan hal yang baru bagi industri kayu di Indonesia, terutama kota Jepara sebagai kota penghasil kerajinan kayu Jati. Berbagai cara manual (tanpa mesin pengering Kiln Dry) telah lama pula diterapkan.

Pada saat kami berkunjung ke suatu pabrik furniture kayu jati, terlihat sebuah cara yang menarik dilakukan oleh pabrik tersebut dalam hal penumpukkan kayu Jati. Ada baiknya kami bagi bersama pembaca tentangkayu walaupun mungkin sudah ada yang menggunakan metode yang sama.

Pekarangan pabrik diratakan dan ditutupi dengan lantai beton atau semen untuk mengurangi penguapan air dari dalam tanah sekaligus untuk mempercepat mengalirkan air hujan ke selokan. Tidak terlihat atap maupun dinding pada pekarangan tersebut. Sepertinya hal itu dimaksudkan untuk penguapan yang lebih baik.

Lembaran-lembaran kayu jati diletakkan sedemikian rupa dengan posisi menyilang setiap lembarnya sehingga terdapat rongga setebal kayu jati untuk jalan penguapan udara.
Dan di antara lembaran kayu jati tersebut disisipkan sebilah kayu tipis (5-10 mm) sebagai jalan udara pada saat penguapan.

Metode penumpukkan ini sangat baik untuk menjaga kestabilan bentuk kayu sekaligus mempercepat waktu pengeringan. Uap air bergerak cepat karena rongga di setiap lembar kayu. Begitu pula dengan panas matahari yang lebih efektif karena tipe lantai yang diperkeras dengan beton dan semen.

Tentu saja lembaran - lembaran jati tersebut hanya dijemur pada saat cuaca cerah dan panas, untuk selanjutnya diproses di dalam ruang produksi. Kami tidak sempat memperoleh informasi berapa lama proses pengeringan berjalan. Yang pasti pabrik mengatakan bahwa metode ini baru mereka terapkan beberapa bulan dan mempercepat proses pengeringan alami kayu Jati.

Silahkan mencoba...

Pembuatan cutting-diagram-kayu

   Kegiatan mengkonversi pohon menjadi ukuran sortimen-sortimen kayu tertentu dengan cara menggergaji log searah panjang panjang pohon merupakan aktivitas utama dalam penggergajian. Sortimen-sortimen kayu tersebut dalam Bahasa Inggris disebut sebagai lumber, dimana produk turunannya kita kenal sebagai kaso (joist), papan (plank), balok (beam), gelegar (stringer), tiang (post & timber), dan lain-lain (Haygreen, 1996).
    Fungsi kegiatan penggergajian adalah merubah log menjadi kayu gergajian yang mempunyai ukuran tertentu sesuai dengan tujuan pemakaian melalui proses pembelahan dan pemotongan. Penggergajian juga berfungsi meningkatkan nilai atau kualitas kayu dengan cara menghilangkan bagian yang cacat atau membuat sortimen tertentu yang nilainya lebih tinggi (Ruhendi, 1986).
    Rendemen untuk mengubah log/ kayu bulat menjadi lumber di kilang penggergajian bervariasi 30-70%, dengan limbah berupa serbuk gergaji, slabs, trimming, atau chip.
Rendemen (Y = Yield) dihitung dengan rumus :
Y % = lumber (m3) x 100 %
                log (m3)
Rendemen dipengaruhi oleh :
1. kayu (Ø, panjang, taper, cacat)
2. mesin (kerf, kondisi & pemeliharaan alat/ mesin, variasi menggergaji)
3. pola penggergajian (dimensi lumber, jumlah)
4. lain-lain (perencanaan, kemampuan, pengalaman operator)
(Haygreen, 1996).
        Pengukuran diameter dimulai dari diameter terpendek dan terpanjang dari mata kayu  kemudian dibandingkan dengan ml atau mt dimana cacat tersebut                                                             berbeda. Jarak mata kayu didapat dengan mengukur jarak terpendek antara dua mata kayu. Diameter mata kayu = (P + L) / 2
Penilaian:
       Mks :................................. “ Cacat Ringan “(Cr)
       Mkts .................................. “ Cacat Sedang ” (Cs)
       Mkb tidak tembus............. Cacat Sedang (Cs)
       Mkb tembus....................... “ Cacat berat”(Cb).
       Lmk tidak tembus ................ “Cacat Sedang “ (Cs)
       Lmk tembus.......................... “ Cacat Berat “ (Cb)
(BPPHP, 2009).
    Kualitas lumber utamanya dipengaruhi oleh kualitas log, tetapi dapat dipengaruhi cara menggergaji. Ada 2 hasil papan penggergajian, yaitu papan radial (quarter-sawn lumber) dan papan tangensial (flat-sawn lumber). Perbedaannnya menurut Tsoumis (1991) disajikan pada tabel berikut berikut :
Tabel 1. Perbedaan papan tangensial dan papan radial menurut Tsomis (1991)
Perbedaan
Papan radial (quarter-sawn lumber)
Papan tangensial (plat-sawn lumber)
Kembang susut
Kecil pada arah lebar
Besar pada arah lebar
Melengkung
Kemungkinan kecil
Ada kecenderungan
Corak
Gambaran jari-jari
Gambaran mata kayu
Kemudahan produksi
Sulit
Mudah
Biaya
Mahal
Murah
Sedangkan Simpson & TenWolde (1999) mengungkapkan perbedaan papan radial dan papan tangensial seperti yang tersaji pada tabel berikut.
Tabel 2. Perbedaan papan tangensial dan papan radial menurut Simpson dan TenWolde (1999)
Papan radial (quarter-sawn lumber)
Papan tangensial (plat-sawn lumber)
Kembang susut kecil pada arah lebar
Kembang susut kecil pada arah lebar
Memangkuk, pecah permukaan, dan belah kecil saat pengeringan maupun penggunaan
Lebih terlihat mata kayu bundar dan oval pada permukaan papan
Serat terangkat disebabkan oleh pemisahan lingkaran tahun tidak pasti
Retak-retak lebih mudah dijumpai
Pola corak dihasilkan dari jari-jari, serat berpadu, dan serat berombak nampak nyata
Pola penggambaran lingkaran tahun lebih mencolok
Pada beberapa spesies kayu, tidak mudah ditembus cairan
Mudah untuk dikeringkan
Pada beberapa spesies, proses pengecatan lebih baik hasilnya
Biaya produksi lebih murah karena lebih mudah memproduksinya
Kayu gubal terlihat pada papan bagian ujung dan lebarnya dibatasi oleh lebar log
-

cara mencari rendemen kayu

Volume Log
Volume log yang dihitung berdasarkan perkalian luas penampangnya terhadap panjang log ketika dibelah menjadi beberapa lembar papan atau balok, total volume log tersebut akan terpecah menjadi beberapa bagian dari yang terbesar adalah balok, lalu serpihan kayu dan serbuk gergaji.
Rumus volume kayu log = luas penampang x panjang log.



Contoh:

Diameter (Ø) sebuah log kayu adalah 40cm (0,40 mtr) dengan panjang 2,5 meter.
Volume logs = 3,14 x (0,20 cm x 0,20 m) x 2,5 mtr
Volume logs = 3,14 x 0,040 x 2,5 mtr = 0,314 m³.
Logs tersebut dibelah menjadi beberapa batang kayu balok sehingga menghasilkan 11 batang kayu yang efektif bisa dipakai sebagai bahan baku furniture (lihat gambar) dengan rincian sebagai berikut:
18 x 3,5 x 250 cm (7 batang) = 0,110 m³
20 x 4 x 250 cm (1 batang) = 0.02 m³
30 x 4 x 250 cm (1 batang) = 0,03 m³
12 x 4 x 250 cm (2 batang) = 0,024 m³
Total Volume kayu gergajian = 0,184 m³
Dari hasil perhitungan di atas anda bisa melihat bahwa hanya 0,184 m³ yang menjadi kayu gergajian sehingga kalau kita konversikan menjadi:
volume kayu gergajian : vol kayu logs, yaitu:
0,184 : 0,314 = 0,585 = 58,5 %

Berarti dari 100% volume kayu log, hanya 58,5% yang menjadi kayu gergajian. Sisanya sebesar 41,5% telah menjadi serpihan kayu dan serbuk gergaji. Prosentase ini tidaklah nilai yang mutlak karena akan bisa berubah lebih tinggi atau lebih rendah tergantung dari berbagai faktor misalnya jenis kayu, bentuk penampang kayu dan metode penggergajian.